Hingga saat ini kajian ilmiah mengenai Pondok Pesantren Burengan (PPB) yang terletak di kota Kediri sebagai salah satu pondok pesantren besar di Indonesia . selama satu dekade terakhir ini PPB mengalami perkembangan yang luar biasa. Sejak tahun 2001 misalnya, PPB mengelola dan mendidik siswa (santri) mukim rata-rata berjumlah 1700 orang. Angka itu belum mencakup santri kalong yang pada saat tertentu secara periodik dapat mencapai 3000 orang. PPB tidak hanya mendidik santri-santri yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia tetapi juga dari luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Perancis, Belanda, Suriname, dan sebagainya. Dengan demikian alumni PPB juga menyebar di hampir seluruh wilayah di Indonesia dan luar negeri.
Apa yang digambarkan di atas berhubungan dengan efektifitas dan efisiensi dari sistem pendidikan yang diterapkan di PPB. Sistem pendidikan di pesantren ini terutama berbasiskan pada kajian intelektual dari sumber ilmu Islam yaitu Al Qur’an an Al Hadits. Metode pembelajaran yang diterapkan di pesantren ini berpegang pada kajian tekstual yang ditransformasikan dalam bentuk-bentuk kultural yang bersifat kontektual dan kemudian dimanifestasikan dalam prilaku yang islami.
Keunikan PPB juga dapat dilihat dari sarana dan prasarana yang dimilikinya. Pesantren ini memiliki sarana gedung yang cukup representatif baik untuk ruang belajar, tidur, kamar mandi, perpustakaan, aula pertemuan dan olah raga, masjid, dapur dan sebagainya. Masjid yang berada di komplek pondok juga dilengkapi dengan menara setinggi 90 M. Apa yang paling menarik adalah kebersihan podok pesantren kelihatan sangat terjamin. Hal ini berbeda dengan citra pondok pesantren tradisional selama ini yang diidentikkan dengan penyakit kulit karena kejorokannya. Hal yang juga menarik adalah bahwa ribuan alumni lulusan PPB ini terserap oleh kebutuhan masyarakat modern yang haus secara spiritual. Mereka menjadi mubaligh di berbagai penjuru di Indonesia dan beberapa negara di luar negeri.
Dengan latar belakang itulah artikel ini akan mengkaji bagaimana sistem pendidikan PPB sehingga mampu berkembang menjadi pondok pesantren yang mampu menjadi rahmatan lil alamin bukan hanya bagi masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat dunia. Artikel ini akan lebih memfokuskan pada kajian model pembelajaran hukum-hukum Islam di PPB. Penekanan pada kajian model pembelajaran ini sangat penting karena model pembelajaran akan mempengaruhi dan menentukan pola berpikir dan berperilaku para santri alumni dalam kehidupan masyarakat.
II. Potret Pondok Pesantren Burengan
A. Sejarah Singkat
Pondok Burengan terletak di jalan H.O.S. Cokroaminoto 195 Kediri, propinsi Jawa Timur. Pondok Burengan memiliki sejarah yang cukup panjang. Pondok pesantren ini didirikan oleh dengan nama Pondok Pesantren Burengan-Banjaran Kediri.. Dengan perjuangan dakwah yang tidak mengenal lelah dan penuh dengan pengorbanan akhirnya berhasil mengembangkan pondok pesantren ini dengan cepat.
B. Struktur Organisasi dan Kepengurusan
Puncak dari struktur organisasi pondok pesantren adalah Dewan Penasehat yang beranggotakan dua orang. Dewan Penasehat mempunyai tugas memberikan garis besar arah kebijakan pengembangan pondok pesantren di masa depan. Di samping memiliki fungsi konsultatif, Dewan Penasehat juga memiliki fungsi kontrol dan evaluasi terhadap kinerja yang dilakukan oleh Pimpinan Pondok. Dengan demikian Dewan Penasehat memiliki kewenangan yang sangat besar dalam menentukan arah perkembangan pondok.
Di bawah Dewan Penasehat terdapat Pimpinan Pondok yang merupakan badan eksekutif tertinggi yang bertugas menjabarkan dan mengimplementasikan arah kebijakan pengembangan pondok pesantren yang digariskan oleh Dewan Penasehat. Pimpinan Pondok bertanggungjawab atas pengelolaan seluruh perputaran roda kehidupan pondok sehari-hari. Berkembang dan mundurnya pondok ditentukan oleh kinerja Pimpinan Pondok yang dibantu oleh Wakil Pimpinan Pondok dan jajaran stafnya.
Dalam pengelolaan kegiatan sehari-hari Pimpinan Pondok dibantu oleh staf yang terdiri dari Sekretaris dan Bendahara. Sekretaris bertanggungjawab kepada Pimpinan Pondok dalam pelaksanaan tugasnya di bidang administrasi umum pondok. Dalam mengemban tugas, sekretaris dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris. Sementara itu tugas Bendahara adalah mengelola keuangan pondok dan mempertangungjawabkannya kepada Pimpinan Pondok. Dalam pelaksanaan tugasnya, Bendahara dibantu oleh Wakil Bendahara.
Untuk pelaksanaan tugas harian dalam rangka menggerakkan dinamika pondok, Pimpinan Pondok dibantu juga oleh Koordinator Bidang dan Seksi-seksi. Dalam hal ini terdapat satu koodinator yaitu Koordinator Bidang Pendidikan yang dibantu oleh seorang Sekretaris Seksi Pendidikan dengan membawahi: Seksi Pendidikan Siswa, Seksi Pendidikan Generasi Penerus, dan Seksi Pendidikan Warga. Seksi Pendidikan Siswa bertugas mengkoordinasikan pelaksanaan proses pembelajaran para santri secara umum. Seksi Pendidikan generasi penerus (Generus) menjalankan fungsi untuk membina para santri dan remaja lingkungan pondok untuk mendalami ilmu Al Qur’an dan Hadits dengan harapan agar mereka dapat menjalankan hidupnya dengan menjadi mubaligh. Sementara itu seksi Pendidikan Warga bertugas menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pengajian dan kegiatan keagamaan lain dengan sasaran anggota keluarga para pengurus dan guru pondok. Selain itu juga terdapat sembilan Seksi di luar pendidikan yaitu Seksi Pembangunan, Seksi Keamanan, Seksi Hubungan Masyarakat, Seksi Konsumsi, seksi Kendaraan, Seksi Kebersihan, Seksi Olah Raga, Seksi Kesehatan, serta Pembantu Umum.
C. Fasilitas
Pondok pesantren yang terletak di tengah kota Kediri ini memiliki fasilitas yang cukup lengkap yang dapat digunakan untuk proses pembelajaran para santri. Secara umum dapat dikatakan bahwa PPB memiliki kapasitas untuk menampung santri mukim sebanyak sekitar 2000 orang baik laki-laki maupun perempuan dan sekitar 50 orang pengurus dan guru pondok beserta keluarganya.
Bangunan-bangunan pondok terletak di atas tanah seluas 3,4 hektar yang terdiri dari antara lain: kantor pondok 2 lantai, bangunan parkir 7 lantai, gedung Aula Wali Barokah 3 lantai, Gedung DMC Asrama Putra 50 kamar 3 lantai, Asrama Putri 70 kamar 3 lantai, Masjid Baitil A’la 3 lantai, Menara Agung setinggi 99 meter, bangunan kamar tamu umum pria 2 lantai, kamar tamu umum wanita, kamar tamu Wisma Tenteram, Gedung Pengajian, Kantor Organisasi, bangunan rumah para pengasuh dan pengajar, Unit Kesehatan Pria, Unit Kesehatan Wanita, Dapur Asrama, ruang makan tamu, ruang olah raga fitness, lapangan olah raga tenis lantai, dan berbagai unit bangunan lain seperti dapur kamar mandi, ruang tamu, dan sebagainya. Beberapa dari gedung-gedung itu penggunaanya diresmikan oleh para pejabat negara seperti Gedung Aula wali barokah diresmikan oleh Menteri Siswono Yudho Usodo.
PPB tidak memiliki gedung untuk sekolah formal sebab PPB mengkhususkan pada kajian kitab dengan beberapa tambahan pelajaran praktis untuk kehidupan masyarakat. Hal ini berhubungan dengan tujuan PPB yang memang khusus mencetak para pendakwah Islam. Biasanya mereka yang masuk PPB sudah menyelesaikan pendidikan formal pada tingkat tertentu. Baru setelah mereka lulus PPB dan bertugas di daerah, maka sebagian mereka ada yang melanjutkan sekolah formal sambil menjadi mubaligh.
Para santri putri (santriwati) dan santri putra (santriwan) dipisahkan dengan menempati gedung yang berbeda, meskipun jaraknya tidak terlalu jauh dan masih satu kompleks. Antara asrama puta dan putri terpisahkan oleh masjid. Namun demikian pada jalan menuju ke masjid dibuat tanda pemisah yang terbuat dari tali antara jalan yang khusus santriwati dan santriwan agar di antara mereka tidak senggol-senggolan atau bertabrakan.
Selain memiliki sarana meja-kursi untuk mengaji sebanyak ± 1.500 unit juga terdapat fasilitas antara lain mobil van 4 unit, truk 2unit, minibus 1 unit, dan sepeda motor sebanyak 20 unit. Selain itu, untuk sarana belajar juga disediakan perpustakaan dan fasilitas komputer serta tempat praktek untuk pelajaran ketrampilan seperti menjahit, memasak, dan sebagainya. Selain itu PPB juga memiliki koperasi atau yang disebut Usaha Bersama (UB) yang menyediakan berbagai keperluan sehari-hari dan sembako (sembilan bahan pokok). Selain itu juga ada unit UB yang menangani penjualan kitab-kitab yang dibutuhkan oleh para santri dan para peziarah yang datang dari luar kota yang ingin ber-silaturrahim di PPB. Selain disediakan oleh UB, berbagai keperluan ibadah dan pakaian termasuk-kitab-kitab juga dijual oleh kios-kios. Fasilitas lain adalah tersedianya air minum di dalam dispenser yang dapat digunakan oleh dan untuk kesejahteraan seluruh civitas akademika
Satu hal yang menyolok adalah bahwa fasilitas-fasilitas tersebut di atas tampak bersih dan terawat serta tidak terkesan adanya kekumuhan yang secara umum merupakan salah satu ciri khas dari pondok pesantren. Hal ini barangkali tidak luput dari peran seksi Kebersihan pondok yang dapat memberdayakan segala sumber daya yang ada di kampus.
III. Sistem Pendidikan
Visi yang ingin dicapai oleh Pondok Pesantren adalah terlaksananya cita-cita yang dikenal dengan ‘Tri Sukses Pondok ’ yang mencakup sukses dalam bidang akhlak, alim, dan trampil/mandiri. Dalam bidang akhlak, pondok ini berusaha untuk mencetak manusia yang berwatak akhlakul karimah, mempunyai budi pekerti luhur, mempunyai tata karma, dan sopan santun dalam pergaulan masyarakat dan keluarga. Para alumni diarapkan menjadi manusia yang memiliki jati diri, berwatak budi luhur, mampu bergaul dengan masyarakat, menghargai orang tua, dan mentaati segala peraturan dan perundang-undangan. Dalam bidang ilmu, pondok ini berusaha untuk mencetak manusia-manusia yang berilmu, mempunyai bekal ilmu agama Islam yang mantap serta mampu mengamalkan ilmu agama secara benar baik secara pribadi maupun sebagai warga masyarakat. Di bidang ketrampilan dan kemandirian, pondok ini bertekad untuk mencetak insane mandiri. Oleh karena ini di samping para santri menerima pelajaran ilmu-ilmu agaa, merekajuga diberi bekal ketrampilan ssuai dengan bakatnya seperti kerampilan menjahit/ bordir, pertukangan batu/ kayu, elektronik, perbengkelan, pertanian, dan sebagainya. Denbgan demikian diharapkan setelah mereka lulus dari pondok tidak akan menggantungkan diri dapa keluarga dan orang tua, tetapi dapat hidup mandiri.
Sistem pengajaran di PPB tidak didasarkan atas penjejangan yang ketat sebagaimana sekolah formal. Misalnya dalam hal penerimaan santri tidak ada batasan waktu. Setiap bulan PPB dapat menerima santri baru atau bahkan setiap hari. Sebaliknya setiap saat PPB juga meluluskan santri-santrinya tergantung dari kesiapan para santri untuk menjalani test kelulusan, baik kelulusan masing-masing tingkat maupun kelulusan akhir. Dengan demikian pada dasarnya sistem pembelajaran di PPB ini meskipun dilaksanakan secara klasikal berdasar kelompok pembelajaran tetapi sesungguhnya bersifat individual. Bagi santri yang merasa sudah mampu dapat sewaktu-waktu mengajukan untuk test kelulusan tingkat ataupun test kelulusan akhir.
A. Kurikulum
Pondok Pesantren Burengan merupakan ‘pondok tradisional plus’. Dalam hal ini santri tidak hanya diberi pelajaran ilmu agama saja tetapi juga dibekali ketrampilan sehingga bisa tercipta sumber daya manusia yang trampil dan mandiri yang dilandasi iman dan taqwa kepada Tuhan. Secara umum dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan di pondok pesantren ini bersifat non formal. Dalam hubungan ini, sistem pendidikan tidak mengenal adanya tingkatan formal dan akhir tahun ajaran. Para santri dikelompokkan atas dasar spesialisasi kitab dan daya serap ilmu yang diajarkan. Setiap santri yang sudah merasa siap dapat mengajukan ujian untuk memperoleh kelulusan.
B. Bahan Ajar
Bahan ajar pokok yang digunakan dalam proses pembelajaran di Pondok Pesantren Burengan adalah sumber asli agama Islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadits. Para kyai dan santri memanfaatkan kedua kitab itu sebagai sumber primer. Kitab-kitab yang sifatnya sekunder karya para ulama tidak digunakan. Memang betul bahwa hampir semua pondok pesantren mendasarkan diri pada Al Qur’an dan Hadits, namun bahan ajar yang digunakan tidak langsung pada kajian-kajian kedua kitab itu, tetapi menggunakan kitab-kitab sekunder karya para ulama besar terdahulu seperti kitab fiqih, tauhid, dan sebagainya. Di samping kedua kitab utama itu juga diajarkan beberapa ilmu tambahan seperti ilmu tawid, menulis Arab, bahasa Arab, Nahwu, Sorof, Usul Fiqih, Mustholah Hadits, dan sebagainya. Sementara itu materi ketrampilan terdiri dari berbagai kursus sesuai dengan bakat mereka. Sedangkan materi yang berkaitan dengan kemasyarakatan dan pemerintahan, pondok ini mengajarkan olah raga, bakti sosial, bahasa Indonesia, metode dakwah, manajemen, dan sebagainya.
Kitab Al Qur’an yang menjadi bahan kajian sama dengan kitab yang dipakai oleh masyarakat umum seperti terbitan Toha Putera, Gunung Agung, dan sebagainya. Seringkali kitab Al Qur’an yang digunakan oleh para santri dan kyai berasal dari terbitan negara-negara Timur Tengah, khususnya Beirut. Terbitan ini diperoleh ketika para santri menunaikan ibadah haji di Mekkah ataupun titip kepada calon haji untuk dapat dibelikan di sana. Kadang-kadang mereka memperoleh kitab itu dari oleh-oleh sahabat mereka yang baru saja datang dari Mekkah. Seringkali kitab-kitab terbitan luar negeri ini berfungsi ganda yaitu sebagai bahan ajar dan sekaligus sebagai kebanggaan yang dipajang di almari. Sudah barang tentu kitab-kiab hadits yang dibeli di Mekah ataupun Madinah merupakan kitab-kitab hadits besar. Namun demikian ada juga yang memperoleh kitab itu dengan cara membeli dari toko-toko kitab di Indonesia.
C. Kegiatan Santri
Para santri biasanya bangun atau dibangunkan pada waktu pukul 02.00 dini hari untuk melakukan sholat malam (sholat tahajud, sholat hajad, sholat tasbih, dan sebagainya), dzikir, dan doa sepertiga malam yang terakhir yang diyakini merupakan waktu yang mustajab (manjur) untuk memanjatkan doa kepada Allah. Bagi santri yang tidak mengantuk dan masih memiliki semangat akan terus melakukan doa hingga menjelang waktu sholat subuh. Setelah menunaikan sholat subuh, para santri kemudian mengaji Al Qur’an secara umum, yaitu bacaan, makna, dan keterangan. Pengajian yang diselenggarakan di masjid Baitil A’la ini diikuti oleh semua kelompok pembelajaran. Mereka duduk dengan santai di lantai masjid dengan memegang kitab mereka masing-masing. Kegiatan ini berlangsung hingga pukul 06.00. Setelah itu para santri kemudian istirahat. Pada umumnya mereka melakukan persiapan belajar dan ada juga yang mencuci pakaian. Mereka makan pagi mulai pukul 07.00.
Pelajaran dimulai pukul 08.00 hingga pukul 09.30 sesuai dengan kelompok pembelajaran mereka masing-masing. Setelah istirahat selama setengah jam, mereka belajar lagi dari pukul 10.00 hingga pukul 11.00. Setelah itu mereka diberi kesempatan untuk istirahat hingga sholat dhohor. Kegiatan selanjutnya adalah makan siang dan istirahat hingga pukul 14.00. setelah itu mereka menerima pelajaran lagi hingga waktu sholat asar sekitar pukul pukul 15.00. Setelah sholat mereka istirahat sambil nderes atau memperdalam kitab secara sendirian ataupun dengan teman-teman kelompok ataupun sekedar membaca Al Qur’an.
Setelah mandi dan makan sore mereka bergegas ke masjid untuk persiapan sholat maghrib. Sambil menunggu imam sholat, biasanya mereka membaca Al Qur’an. Setelah sholat maghrib dilanjutkan dengan nasehat dari pengurus pondok ataupun dari ustadz. Kegiatan ini berlangsung hingga menjelang sholat isya’. Setelah sholat isya’ dilanjutkan dengan pelajaran hingga pukul 10.00. Setelah itupara santri dipersilahkan untuk istirahat tidur. Namun demikian biasanya nderes terlebih dahulu sebelum tidur. Mereka dibangunkan pukul 02.00 malam. Apa yang menarik adalah setelah bangun mereka harus mengadakan apel sesuai dengan kelompok masing-masing dan diabsen untuk melakukan sholat malam dan doa sepertiga malam yang terakhir.
Selain kegiatan harian sebagaimana yang digambarkan di atas juga ada kgiatan mingguan. Kegiatan ini khsusus untuk melatih para santri untuk dapat berorasi di depan publik. Kegiatan ini dilakukan setiap hari Jumat pukul 13.30 yang dilakukan secara berkelompok dan bergiliran. Tidak ada kegiatan bulanan secara khsusus di PPB. Sementara itu kegiatan semesteran atau semesteran berupa khataman Al Qur’an, kemudian enam bulan berikutnya khataman Al Qur’an lagi, namun enam bulan berikutnya bukan khataman Al Qur’an tetapi khataman khutubussitah (kitab hadits enam) dan setelah itu kembali khataman Al Qur’an dan seterusnya. Biasanya kegiatan khataman ini bukan hanya diikuti oleh para santri yang ada di PPB tetapi juga dari pondok mini lain yang ada di seluruh Indonesia, bahkan tidak sedikit pula dari seluruh penjuru dunia yang memiliki kesempatan dan biaya akomodasi mengikuti kegiatan ini. Kegiatan tahunan lain adalah pondok romadhlon. Kegiatan ini diisi dengan kajian-kajian kitab secara marathon mulai setelah shalat subuh pada pagi hari hingga pukul 22.00. Bahkan pada sepuluh hari terakhir di bulan romadhlon (malam lailatul qodar) kegiatan pengajian dilakukan hingga pukul 24.00. Jumlah santri pun juga mengalami peningkatan hampir dua kali lipat, karena banyak peserta yang berasal dari luar santri PPB.
D. Metode Pembelajaran
Dalam Islam, pembelajaran pada hakekatnya adalah proses pemindahan pesan-pesan dari satu orang kepada orang lain. Metode pembelajaran yang digunakan baik dalam pondok pesantren maupun pengajian di masjid-masjid yang diikuti oleh jamaah biasa adalah metode sebagaimana yang digunakan oleh Nabi. Jadi ada semacam gerakan pemurnian dalam metode pembelajaran. Dalam agama Islam, sejak nabi Muhammad SAW dan para khalifah serta sahabat , proses pemindahan pesan-pesan yang terkandung dalam Al Qur’an dan Hadits dilakukan melalui metode membaca, menulis, dan mendengar yang dalam ilmu komunikasi disebut sebagai verbal communication. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW: ‘Kalian mendengar (ilmu dariku), kemudian kalian didengar oleh murid kalian dan murid kalian didengar ole muridnya’ (Hadits Riwayat Abu Dawud). Jadi metode transfer ilmu dalam PPB mencakup dua aspek sekaligus yaitu komunikasi lisan (oral communication) dan komunikasi tulisan (written communication).
Dalam kontek ini, pelaksanaan metode pembelajaran Islam yang murni dan konsisten akan mengokondisikan kemurnian ajaran Islam itu sendiri. Metode ini menjauhkan pikiran-pikiran ke arah reintepretasi terhadap hukum-hukum Islam yang akan menimbulkan perpecahan-perpecahan agama. Memang ijtihad diakui sebagai salah satu dasar hukum tetapi ijtihad ini diarahkan untuk memberi jalan keluar terhadap persoalan-persoalan aktual dengan dasar hukum Al Qur’an dan Hadits.
B. Praktik Budi Luhur
Dalam pembelajaran di Pondok Pesantren Burengan ditekankan bahwa pemahaman terhadap Al Qur’an dan hadits secara intelektual belum cukup. Para santri ditekankan untuk memiliki afeksi dan psikomotor islami sebagai manifestasi dari pemahamannya terhadap hukum Islam. Jika pemahaman secara intelektual terhadap hukum Islam barangkali lebih berhubungan dengan kehidupan pribadi, tetapi aspek-aspek sikap dan tingkah laku lebih banyak berhubungan dengan orang lain.
Praktik budi luhur di dalam masyarakat mencakup beberapa hal, antara lain mengagungkan dan taat kepada orang tua, mengagungkan kepada para ulama, budi luhur terhadap sesama muslim, dan budi luhur terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Sikap mengagungkan dan taat kepada orang tua (selagi tidak perintah maksiat) merupakan amal sholih dan sekaligus perintah dari Allah meskipun orang tua itu bukan seorang muslim. Praktik budi luhur kepada orang tua anatara lain bertutur kata dengan bahasa yang halus atau sopan, bila disuruh segera melaksanakan jika tidak maksiyat, bila dinasehati anak harus mendengarkan dan tidak memotong pembicaraan, senang membantu pekerjaan orang tua di rumah, tidak bohong dan jujur kepada mereka, dan sebagainya.
Terhadap sesama muslim juga dikembang sikap budi luhur. Sesama muslim harus dibangun sikap ukhuwah islamiyah atau persaudaraan dalam Islam. Di dalam pembelajaran di Pondok Pesantren Burengan, semangat persaudaaan Islam ini betul-betul sangat ditekankan. Hal ini antara lain dapat diliohat dari semangat dan sikap bahwa harta sesama muslim adalah haram untuk diambil secara tidak sah, sesama muslim tidak boleh saling menghina dan menjatuhkan namanya. Di samping itu ditekankan bahwa sesama muslim tidak bolah saling membunuh. Ajaran moral yang Islami semacam ini sangat menarik sebagai bekal yang berarti bagi santri alumni Pondok Burengan Kediri.
Oleh karena itu pembinaan akhlak di Pondok Pesantren Burengan juga selalu menekankan betapa pentingnya para alumni pondok membangun hubungan baik dan kemitraan dengan masyarakat di mana mereka mengabdikan ilmu agamanya. Mereka yakin bahwa dakwah dengan perbuatan (bil khal) menjadi sarana yang hebat untuk mnyebarkan Islam. Beberapa ajaran dalam kaitannya dengan budi luhur kepada masyarakat antara lain: apabila bertemu dengan tentangga menyapa, apabila melewati sekelompok masyarakat menyapa dengan sopan, melayat warga yang sedangminggal dengan memberikan sumbangan, menjenguk tetangga yang sakit, ikut berpartisipasi dalam kerja bakti, meminta ijin jika tidak bisa mengikuti kegiatan RT, menyadari kekurangan dan mudah memaafkan, dan sebagainya.
V. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil beberapa kesimpulan:
Gerakan dakwah yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Burengan merupakan gerakan dakwah untuk kembali kepada kemurnian Al Qur’an dan Al Hadits, dengan menerapkan model pembelajaran yang berorientasi kepada pembinaan akhlak (konsep budi luhur) ternyata menghasilkan sebuah gerakan dakwah Islam yang damai yang lebih menekankan segi-segi budaya dan intelektualitas dalam mengaktualisasi hukum-hukum agama.
Aktualisasi budi luhur atau akhlaqul karimah yang diajarkan di Pondok Pesantren Burengan dapat berlangsung relatif permanen karena dikondisikan oleh jaringan pembelajaran yang solid yang termanifestasikan dalam hubungan yang selalu terjaga antara alumni pondok dengan lembaga pondok lewat media ‘asrama’ yang diselenggarakan secara periodik.
Pendekatan kultural dan intelektual dalam menanamkan hukum-hukum Islam yang murni telah melahirkan gerakan dakwah Islam yang damai.
1 Bahkan pada tahun 1997, Pondok Pesantrenini tercatat memiliki santri sebanyak 1728 orang dengan perincian 868 laki-laki dan 860 perempuan. Lihat Departemen Agama Republik Indonesia, Data Potensi Pondok Pesantren Seluruh Indonesia Tahun 1997 (Jakarta: Departemen Agama RI, 1997), hlm. 819.
2 Santri mukim merupakan sebutan untuk santri yang bertempat tinggal di pondok pesantren selama belajar di pesantren, sedangkan santri mukim merupakan santri yang bertempat tinggal di luar komplek pondok pesantren.
3 Lihat misalnya Muhtarom H.M., ‘Urgensi Pesantren dalam Pembentukan Kepribadian Muslam’, dalam: Ismail S.M., Nurul Huda, dan Abdul Kholiq (eds), Dinamika Pesantren dan Madrasah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 39-48.
4 source: Asian Research Center, Toyo University, Jepang kerjasama Jurusan Sejarah Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar